KETERIKATAN PULAU AMBON
DAN SUKU HELONG
DI PULAU SEMAU
Helong atau Halong sebuah suku yang mendiami pulau Semau
atau pulau Timau. Suku Helong berasal dari Pulau Ambon. Helong sebenarnya
berasal dari kata Halong, yang oleh orang yang tinggal disana susah untuk
menyebutkan kata Halong dan lebih senang menyebutkannya menjadi Helong. Helong
atau Halong adalah sebuah pulau di Ambon (Maluku) tempat dimana Suku Helong
Berasal.
Pada tahun 1512 Portugis datang di Maluku untuk berdagang
yang menyebabkan terjadinya peperangan antara Ternate dan Tidore. Ternate di
Bantu Oleh Portugis dan Tidore di Bantu Oleh Spanyol, yang menyebabkan orang
Helong lari meninggalkan tempat kediaman mereka yang bernama Halong untuk
menyelamatkan diri. Dengan menggunakan Rakit yang terbuat dari Batang pisang
suku halong/helong menyebrang ke Pulau Timor dan mereka tiba di sebuah tanjung
di Lospalos, yang kemudia Suku Helong / Halong menyebut tanjung itu sebagai
Tanjung Helong, namun karena disesuaikan dengan ejaan orang belu maka tanjung
itu pun berganti menjadi hero disesuaikan dengan ejaan yang mereka gunakan.
Lalu mereka berjalan Menuju Dili, Dili dalam bahasa Helong Artinya Berdiri.
Dari Dili Orang Helong / Halong melakukan perjalanan menuju Atapupu, Atapupu
sendiri dalam bahasa Helong berarti Ata : Budak, Pupu : Kain yang artinya Budak
yang mengenakan Kain. Dari Atapupu suku Helong / Halong melakukan perjalanan
menuju Atambua dimana atambua sendiri juga berasal dari bahasa Helong yang
artinya Budak – Budak berkumpul. Mereka berkumpul dan beristirahat sejenak
setelah itu mereka melanjutkan perjalanan menuju Gunung Timau, di Kabupaten
Kupang. Orang Helong / Halong hidup dengan damai dan aman diatas Gunung Timau,
lalu oleh orang Halong / Helong Menyebut Gunung Timau adalah Gunung Penyelamat
Untuk mereka. Dalam setiap upacara adat orang Helong / Halong maka Gunung Timau
selalu disebut sampai dengan hari ini. Dari gunung Timau orang Helong / Halong
menuju ke pulau semau yang sebenarnya namanya adalah Timau sesuai dengan nama
gunung yang menjadi penyelamat orang – orang Helong / Halong.
Orang Helong hadir di pulau Ambon waktu itu
karena perang Salib yang terjadi di Turki pada abad ke Xitahun 1905 yang di
angkat oleh Paul Urbanus II dari Roma mengatakan akan Merebut Kota Yerusalem,
dari kekuasaan orang – orang Islam, yang akhirnya timbul perang yang disebut
sebagai perang Salib. Menurut sejarah Helong, Perang Salib memiliki kaitan Erat
dengan orang – orang Helong / Halong karena ternyata perang salib ini di Akhiri
di Nusa Bungtilu (nama Lain dari pulau semau) desa Huilelot yang diangkat oleh
dua suku pendahulu ini yaitu Tausbele’e dan Putislulut. Tausbele’e
dalam bahasa Helong artinya Siap memberi, pantang Menerima imbalan. Sedangkan
Putislulut artinya Keluar dengan telanjang, tidak punya apa – apa.
Tausbele’e adalah pengikut Koen Roat dari daerah Hitu atau
Ambon sehingga nenek Moyang dari Tausbele’e yang pertama adalah Ampo Hitu’u
karena ia berasalah dari daerah Hitu, yang tempat mengungsinya diatas batu
Upu’u Nusa Tungtilu desa Uiboa. Sedangkan Putislulut tempat mengungsinya di
tanjung Kurung atau Iung Nhoden) desa Uiasa. Yang pertama kali menemukan
bungtilu adalah Putislulut. Dalam bahasa Helong Bungtilu artinya satu pohon
Kapan yang kembangnya memiliki 3 Warna. Nah kedua marga ini (Tausbele’e dan Putislulut)
berperang untuk merebut Nusa Bungtilu. Dalam peperangan itu Putislulut menang
berkat bantuan Marga Holbala dan Pengikut – pengikutnya yang turun dari atas
gunung Timau. Padahal Putislulut yang sebenarnya Bugis Binongko (yang namanya
La Hendang), sedangkan Taubele’e adalah masyarakat dari daerah Hitu, sehingga
iya diberi nama Ampohitu’u yang di pimpin oleh Koen Road atau Koen Hat yang
beragama kristen Katolik.
Peperangan
Taubele’e dan Putislulut dapat di damaikan oleh tiga orang pahlawan dari pulau
Rote (Rote Timur) yaitu Feotalo, Hea Mengga dan Kila Edon). Setelag tiga
pahlawan ini tiba di Bungtilu barulah Hea Mengga yang pergi kawal Tausbele’e
dari atas batu Upu’u untuk turun dan mendamaikan dengan Putislulut dengan
sumpah yang digambarkan pada selimut orang Helong. Gambaran tersebut berbentuk
lingkaran dan Kumbang Kecil – kecil dalam lingkaran itu adalah gambar benteng
pertahanan Tausbele’e diatas batu Upu’u, sedangkan kembang yang di bagian ujung
sebelah menyeblah adalah gambar alat pemintal benang, dan putih yang di
tengahnya adalah sumpah supaya tidak boleh berperang merebut tanah lagi karena
pada tahun 1847 semua suku – suku yang mengikuti putislulut dan tausbele’e
sudah mendapat pembagian tanah yang di bantu oleh tiga pahlawan dari pulau Rote.
Dalam peperangan tersebut Putislulut yang memang maka ia berhak membagi tanah
kepada pengikut -pengikutnya, yaitu pengikut tausbele’e mendapat bagian dari
sebelah barat dari Kali mati yang letaknya di desa Uitao kecamatan semau,
sedangkan marga Putislulut dan pengikut -pengikutnya mendapat bagian dari kali
mati ke sebelah timur.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjumg ke blok saya, silakan berkomentar dengan sopan.