Jumat, 08 Juli 2016

KETERIKATAN PULAU AMBON DAN SUKU HELONG DI PULAU SEMAU

KETERIKATAN PULAU AMBON DAN SUKU HELONG 
DI PULAU SEMAU
Helong atau Halong sebuah suku yang mendiami pulau Semau atau pulau Timau. Suku Helong berasal dari Pulau Ambon. Helong sebenarnya berasal dari kata Halong, yang oleh orang yang tinggal disana susah untuk menyebutkan kata Halong dan lebih senang menyebutkannya menjadi Helong. Helong atau Halong adalah sebuah pulau di Ambon (Maluku) tempat dimana Suku Helong Berasal.
Pada tahun 1512 Portugis datang di Maluku untuk berdagang yang menyebabkan terjadinya peperangan antara Ternate dan Tidore. Ternate di Bantu Oleh Portugis dan Tidore di Bantu Oleh Spanyol, yang menyebabkan orang Helong lari meninggalkan tempat kediaman mereka yang bernama Halong untuk menyelamatkan diri. Dengan menggunakan Rakit yang terbuat dari Batang pisang suku halong/helong menyebrang ke Pulau Timor dan mereka tiba di sebuah tanjung di Lospalos, yang kemudia Suku Helong / Halong menyebut tanjung itu sebagai Tanjung Helong, namun karena disesuaikan dengan ejaan orang belu maka tanjung itu pun berganti menjadi hero disesuaikan dengan ejaan yang mereka gunakan. Lalu mereka berjalan Menuju Dili, Dili dalam bahasa Helong Artinya Berdiri. Dari Dili Orang Helong / Halong melakukan perjalanan menuju Atapupu, Atapupu sendiri dalam bahasa Helong berarti Ata : Budak, Pupu : Kain yang artinya Budak yang mengenakan Kain. Dari Atapupu suku Helong / Halong melakukan perjalanan menuju Atambua dimana atambua sendiri juga berasal dari bahasa Helong yang artinya Budak – Budak berkumpul. Mereka berkumpul dan beristirahat sejenak setelah itu mereka melanjutkan perjalanan menuju Gunung Timau, di Kabupaten Kupang. Orang Helong / Halong hidup dengan damai dan aman diatas Gunung Timau, lalu oleh orang Halong / Helong Menyebut Gunung Timau adalah Gunung Penyelamat Untuk mereka. Dalam setiap upacara adat orang Helong / Halong maka Gunung Timau selalu disebut sampai dengan hari ini. Dari gunung Timau orang Helong / Halong menuju ke pulau semau yang sebenarnya namanya adalah Timau sesuai dengan nama gunung yang menjadi penyelamat orang – orang Helong / Halong.
Orang Helong hadir di pulau Ambon waktu itu karena perang Salib yang terjadi di Turki pada abad ke Xitahun 1905 yang di angkat oleh Paul Urbanus II dari Roma mengatakan akan Merebut Kota Yerusalem, dari kekuasaan orang – orang Islam, yang akhirnya timbul perang yang disebut sebagai perang Salib. Menurut sejarah Helong, Perang Salib memiliki kaitan Erat dengan orang – orang Helong / Halong karena ternyata perang salib ini di Akhiri di Nusa Bungtilu (nama Lain dari pulau semau) desa Huilelot yang diangkat oleh dua suku pendahulu ini yaitu Tausbele’e dan Putislulut. Tausbele’e dalam bahasa Helong artinya Siap memberi, pantang Menerima imbalan. Sedangkan Putislulut artinya Keluar dengan telanjang, tidak punya apa – apa.
Tausbele’e adalah pengikut Koen Roat dari daerah Hitu atau Ambon sehingga nenek Moyang dari Tausbele’e yang pertama adalah Ampo Hitu’u karena ia berasalah dari daerah Hitu, yang tempat mengungsinya diatas batu Upu’u Nusa Tungtilu desa Uiboa. Sedangkan Putislulut tempat mengungsinya di tanjung Kurung atau Iung Nhoden) desa Uiasa. Yang pertama kali menemukan bungtilu adalah Putislulut. Dalam bahasa Helong Bungtilu artinya satu pohon Kapan yang kembangnya memiliki 3 Warna. Nah kedua marga ini (Tausbele’e dan Putislulut) berperang untuk merebut Nusa Bungtilu. Dalam peperangan itu Putislulut menang berkat bantuan Marga Holbala dan Pengikut – pengikutnya yang turun dari atas gunung Timau. Padahal Putislulut yang sebenarnya Bugis Binongko (yang namanya La Hendang), sedangkan Taubele’e adalah masyarakat dari daerah Hitu, sehingga iya diberi nama Ampohitu’u yang di pimpin oleh Koen Road atau Koen Hat yang beragama kristen Katolik.
Peperangan Taubele’e dan Putislulut dapat di damaikan oleh tiga orang pahlawan dari pulau Rote (Rote Timur) yaitu Feotalo, Hea Mengga dan Kila Edon). Setelag tiga pahlawan ini tiba di Bungtilu barulah Hea Mengga yang pergi kawal Tausbele’e dari atas batu Upu’u untuk turun dan mendamaikan dengan Putislulut dengan sumpah yang digambarkan pada selimut orang Helong. Gambaran tersebut berbentuk lingkaran dan Kumbang Kecil – kecil dalam lingkaran itu adalah gambar benteng pertahanan Tausbele’e diatas batu Upu’u, sedangkan kembang yang di bagian ujung sebelah menyeblah adalah gambar alat pemintal benang, dan putih yang di tengahnya adalah sumpah supaya tidak boleh berperang merebut tanah lagi karena pada tahun 1847 semua suku – suku yang mengikuti putislulut dan tausbele’e sudah mendapat pembagian tanah yang di bantu oleh tiga pahlawan dari pulau Rote. Dalam peperangan tersebut Putislulut yang memang maka ia berhak membagi tanah kepada pengikut -pengikutnya, yaitu pengikut tausbele’e mendapat bagian dari sebelah barat dari Kali mati yang letaknya di desa Uitao kecamatan semau, sedangkan marga Putislulut dan pengikut -pengikutnya mendapat bagian dari kali mati ke sebelah timur.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjumg ke blok saya, silakan berkomentar dengan sopan.

Diberdayakan oleh Blogger.

Latest News

Total Pageviews

Blogroll

Text Widget

Follow us on facebook

Need an Invite?

Want to attend the wedding event? Be our guest, give us a message.

Nama Email * Pesan *

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Followers

Followers

Blogger templates

About

Follow me on Facebook :P

Blogger templates

Pages - Menu

Popular Posts